Selengkapnya...


Pasca heboh ditemukannya beberapa napi mendapat perlakuan istimewa di dalam rutan, pasti instansi berwenang segera membenahinya. Sejak berita itu dikonsumsi publik, LP-LP di Indonesia yang tak sempat kena sidak tim Satgas mafia pengadilan (maklar kasus), pasti telah sigap dan buru-buru membereskan semua menjadi standar, supaya tidak apes seperti Kepala Rutan ondok Bambu yang digusur dari jabatannya.

Padahal perlakuan sejenis itu sudah ada sejak jaman beheula. Misalnya LP-LP di Nusakambangan juga tak luput dari perhatian publik. Untuk iti, Kanwil Kemenkum dan HAM Jawa Tengah pun menyempatkan meninjau Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Sabtu (23/1/2010). Wartawan diajak serta. Petugas LP all out melayani.

Meski telah mendapat izin, rombongan yang dipimpin Humas Kemenkum HAM Jateng Nunung Wahyu Triono tak bisa masuk dengan mudah. Di dermaga Wijayapura, petugas mengecek rombongan. Satu persatu dipanggil.

Setelah itu, rombongan naik Kapal Pengayoman menuju Pulau Nusakambangan. Tak sampai 10 menit, kapal telah sampai di pos penjagaan Sodong, pintu gerbang LP Nusakambangan.

Di tempat tersebut, dua buah truk dan beberapa mobil telah menunggu. Rombongan yang berjumlah 25-an orang, langsung dibawa ke LP Batu.

"Silakan nanti teman-teman melihat, berbincang dengan napi, tapi kita harus selesai sebelum kapal terakhir berangkat," kata Kakanwil Kemenkum HAM Jateng Chairuddin Idrus di LP Batu.

Dengan dipandu petugas, rombongan dan wartawan memantau LP Pasir Putih, LP Narkotika, dan Batu. Para wartawan diberi keleluasaan berbicang dengan para napi.

"Hal seperti ini jarang terjadi. LP dibuka dan teman-teman wartawan bisa wawancara dengan bebas. Napi sini kan kelas kakap semua," tutur seorang petugas.

Tak hanya itu, petugas juga menyiapkan jamuan di luar kompleks LP Permisan. LP Nusakambangan seperti benar-benar open house, khusus rombongan Kemenkum HAM dan wartawan. Awes/detikom

Selengkapnya...




Masyarakat Cilacap khususnya dan Banyumasan umumnya merasa lega kini telah mempunyai wakil dalam kancah persepakbolaan nasional. Persatuan Sepak Bola Cilacap (PSCS) telah mendapatkan satu tempat di Liga Divisi Utama PSSI pada 2010 ini. Tiket ini diraih setelah PSCS berhasil mengalahkan Persikam Metro FC Malang dengan skor 2 – 0, yang berlangsung di Stadion Wijaya Kusuma Cilacap pada 22 Desember lalu. Atas kemenangan tersebut PSCS mengantongi nilai 7 dan menjuarai grup J, sedangkan Persikam runer up dengan poin 6. Persikam juga berhak mendampingi PSCS untuk berlaga di Divisi Utama.

Kesuksesan ini sekaligus menuntaskan penantian panjang masyarakat pecinta bola Cilacap mempunyai tim sepak bola yang bisa berlaga di pentas nasional. Sebab, beberapa dekade sebelumnya belum ada satu pun tim sepak bola yang mewakili hingga ke tingkat nasional, dari empat kabupaten yang ada di eks Karesidenan Banyumas.

Kini PSCS Cilacap telah melaju menjadi kesebelasan pertama dari ‘tlatah Banyumasan’ dan Jawa Tengah bagian barat yang menoreh prestasi itu.Dibawah pelatih Agus Riyanto ini, sejak masuk ke Divisi I setahun yang lalu di Samarinda terus mampu membenani skil Laskar Nusakambangan mengolah bola untuk memproduksi gol. Seperti pertandingan saat itu, Heryanto berhasil menjebol gawang lawan dengan gol cantik pada menit ke 15 babak pertama.Gol ini langsung disambut ribuan suporter pendukungnya dari buah gocekannya memanfaatkan kemelut di depan gawang Persekam. Enam menit berselang, Heryanto kembali menciptakan hetrick melalui umpan dari sektor tengah lapangan. Sehingga suasana stadion Wijaya Kusuma kembali riuh oleh kegembiraan suporter fanatiknya. Skor 2-0 untuk PSCS bertahan hingga sikulit bundar ditangkap wasit seusai meniup peluit panjangnya.

Dengan keberhasilan tersebut, tentu perlu menjadi perhatian serius agar prestasi yang telah diperoleh itu kedepannya mampu terus dipertahankan. Sekaligus juga menejadi pekerjaan rumah besar bagi Pemerintah dan masyarakat Cilacap. Lolosnya PSCS ke Divisi Utama ini, otomatis tim dan manajemen PSCS seyogianya tak henti membenahi agar tetap bisa bersaing dengan tim-tim lain di Divisi Utama. Selain itu sarana dan prasarana, terutama stadion pun mendesak untuk dibenahi.

Sebab, melihat stadion saat ini, menurut penulis, kondisi lapangan sudah lumayan bagus, namun tribun yang hanya tersedia di satu sisi lapangan jelas sangat tidak memenuhi syarat untuk pergelaran pertandingan Divisi Utama. Kami berharap semoga kedepannya, dengan lolosnya PSCS ke Divisi Utama, pemerintah Kabupaten Cilacap segera merenovasi total Stadion Wijaya Kusuma Cilacap.awe/banyumas.com Selengkapnya...

04.19.00 with 1 komentar »

Sejarah Banyumas
Periode : Akhir Kesultanan Demak hingga Awal Mataram
PADA jaman Kesultanan Demak (1478 - 1546), wilayah Banyumasan terdiri dari beberapa Kadipaten, diantaranya Kadipaten Pasirluhur dengan Adipatinya Banyak Belanak, juga Kadipaten Wirasaba dengan Adipatinya Wargo Utomo I. Luasnya kekuasaan Kesultanan Demak membuat Sultan Trenggono (Sultan Demak ke III) merasa perlu memiliki angkatan perang yang kuat, untuk itu wilayah-wilayah Kesultanan Demak pun dibagi-bagi secara militer menjadi beberapa daerah komando militer. Untuk wilayah Barat, Sultan Trenggono mengangkat Adipati Banyak Belanak sebagai Panglima Komando Wilayah Pertahanan Barat dengan cakupan wilayah meliputi Kerawang sampai gunung Sumbing (Wonosobo). Sebagai salah seorang Panglima Perang Kesultanan Demak, Adipati Pasirluhur dianugrahi gelar Pangeran Senopati Mangkubumi I sedangkan adiknya yang bernama Wirakencana diangkat menjadi Patih.

Setelah Sultan Trenggono wafat, Kesultanan Demak terpecah menjadi 3 bagian, salah satunya adalah Pajang yang diperintah oleh Joko Tingkir dan bergelar Sultan Adiwijaya (1546 – 1587). Pada masa ini, sebagian besar wilayah Banyumasan termasuk dalam kekuasaan Pajang.
Mengikuti kebijakan pendahulunya, Sultan Adiwijaya juga mengangkat Adipati Pasirluhur yang saat itu dijabat Wirakencana, menjadi Senopati Pajang dengan gelar Pangeran Mangkubumi II. Sementara itu Adipati Kadipaten Wirasaba, Wargo Utomo I wafat dan salah seorang putranya bernama R. Joko Kaiman diangkat oleh Sultan Adiwijaya menjadi Adipati Wirasaba dengan gelar Wargo Utomo II, beliau menjadi Adipati Wirasaba ke VII.
Menjelang berakhirnya kejayaan kerajaan Pajang dan mulai berdirinya kerajaan Mataram (1587), Adipati Wargo Utomo II menyerahkan kekuasaan Kadipaten Wirasaba ke saudara-saudaranya, sementara beliau sendiri memilih membentuk Kadipaten baru dengan nama Kadipaten Banyumas dan beliau menjadi Adipati pertama dengan gelar Adipati Marapat.
Selanjutnya, Kadipaten Banyumas inilah yang berkembang pesat, telebih setelah pusat Kadipatennya dipindahkan ke Sudagaran - Banyumas, pengaruh kekuasaannya menyebabkan Kadipaten-Kadipaten lainnya semakin mengecil. Seiring dengan berkembangnya Kerajaan Mataram, Kadipaten-Kadipaten di wilayah Banyumasan pun tunduk pada kekuasaan Mataram.
Kekuasaan Mataram atas Kadipaten-Kadipaten di wilayah Banyumasan tidak secara otomatis memasukkan wilayah Banyumasan ke dalam “lingkar dalam” kekuasaan Mataram sehingga Kadipaten-Kadipaten di wilayah Banyumasan tersebut masih memiliki otonomi dan penduduk Mataram pun menyebut wilayah Banyumasan sebagai wilayah Mancanegara Kulon.
Awal Pembentukan Karesidenan & Kabupaten-Kabupaten
Sebelum Belanda masuk, wilayah Banyumasan disebut sebagai daerah Mancanegara Kulon dengan rentang wilayah meliputi antara Bagelen (Purworejo) sampai Majenang (Cilacap). Disebut Mancanegara Kulon karena pusat pemerintahan waktu itu memang berada di wilayah Surakarta atau wilayah wetan.
Terhitung sejak tanggal 22 Juni 1830, daerah Mancanegara Kulon ini secara politis masuk di bawah kontrol pemerintah kolonial Belanda, itulah awal penjajahan Belanda, sekaligus akhir dari pendudukan kerajaan Mataram atas bumi Banyumasan. Selanjutnya para Adipati di wilayah Banyumasan pun tidak lagi tunduk pada Raja Mataram, mereka selanjutnya dipilih dan diangkat oleh Gubernur Jenderal dan dipilih dari kalangan penduduk pribumi, umumnya putera atau kerabat dekat Adipati terakhir.
Karesidenan Banyumas
Pemerintahan di wilayah Banyumasan diatur berdasarkan Konstitusi Nederland yang pada pasal 62 ayat 2 disebutkan bahwa pemerintahan umum di Hindia Belanda (Indonesia) dilakukan oleh Gubernur Jenderal atas nama kerajaan Belanda. Gubernur Jenderal adalah kepala eksekutif yang berhak mengangkat serta memberhentikan para pejabat di Hindia Belanda, termasuk para Adipatinya. Saat itu yang menjadi Gubernur Jenderal adalah Johannes Graaf van den Bosch (16 Januari 1830 – 2 Juli 1833).
Upaya untuk mengontrol para Adipati ini sebenarnya agar Belanda mudah melakukan mobilisasi rakyat untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan milik Belanda yang lebih dikenal dengan tanam paksa. Persiapan pembentukan pemerintahan kolonial Belanda di wilayah Banyumasan dilakukan oleh Residen Pekalongan bernama Hallewijn. Hallewijn tiba di wilayah Banyumasan pada 13 Juni 1830 dengan tugas utama mempersiapkan penyelenggaraan pemerintahan sipil di wilayah Banyumasan. Dia dibantu antara lain oleh Vitalis sebagai administrator juga Kapiten Tak sebagai komandan pasukan.
Tanggal 20 September 1830, Hallewijn memberikan laporan umum hasil kerjanya kepada Komisaris Kerajaan yaitu Jenderal De Kock di Sokaraja, diantara isi laporan tersebut adalah tentang cakupan wilayah Banyumasan yang meliputi (dari timur) : Kebumen, Banjar (Banjarnegara), Panjer, Ayah, Prabalingga (Purbalingga), Banyumas, Kroya, Adireja, Patikraja, Purwakerta (Purwokerto), Ajibarang, Karangpucung, Sidareja, Majenang sampai ke Daiyoe-loehoer (Dayeuhluhur), termasuk juga di dalamnya tanah-tanah Perdikan (daerah Istimewa) seperti Donan dan Kapungloo. Pada pertemuan di Sokaraja itulah akhirnya diresmikan berdirinya Karesidenan Banyumas yang meliputi sebagian besar wilayah mancanegara kulon, selanjutnya tanggal 1 November 1830 de Sturler dilantik sebagai Residen Banyumas pertama.
Pada tanggal 18 Desember 1830 melalui Beslit Gubernur Jenderal J.G. van den Bosch, Karesidenan Banyumas diperluas dengan dimasukkannya Distrik Karangkobar (Banjarnegara), pulau Nusakambangan, Madura (sebelumnya termasuk wilayah Cirebon) dan Karangsari (sebelumnya termasuk wilayah Tegal).
Awal Pembentukan Kabupaten-Kabupaten
Untuk mengefektifkan jalannya pemerintahan, pemerintah kolonial Belanda pada tanggal 22 Agustus 1831 membentuk 4 Regentschap (Kabupaten) di wilayah Karesidenan Banyumas yaitu, Kabupaten Banyumas, Ajibarang, Daiyoe-loehoer dan Prabalingga yang masing-masing dipimpin oleh seorang Bupati pribumi. Selain itu Residen de Sturler juga melakukan perubahan ejaan nama dan pembentukan struktur Afdeling yang berfungsi sebagai Asisten Residen di masing-masing Kabupaten.
Di antara yang mengalami perubahan nama adalah Prabalingga menjadi Poerbalingga, Daiyoe-Loehoer menjadi Dayoehloehoer dan Banjar menjadi Banjarnegara, selanjutnya wilayah Banjarnegara diperluas dengan memasukkan Distrik Karangkobar, statusnyapun ditingkatkan menjadi sebuah Kabupaten.
Pembentukan Afdeling meliputi, Kabupaten Dayoehloehoer dan Kabupaten Ajibarang menjadi satu Afdeling yaitu Afdeling Ajibarang dengan ibukota Ajibarang dan D.A. Varkevisser diangkat sebagai Asisten Residen di Ajibarang sekaligus sebagai ”pendamping” Bupati Ajibarang Mertadiredja II dan Bupati Dayoehloehoer R. Tmg. Prawiranegara. Tiga Kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Banyumas, Purbalingga dan Banjarnegara masing-masing memiliki Afdeling sendiri-sendiri.
Pemerintahan
Wilayah Banyumasan merupakan sebuah wilayah yang meliputi 8 Kabupaten yaitu : Kabupaten Kebumen, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Banyumas.
Kota-kota di wilayah Banyumasan antara lain : Brebes, Tegal, Pemalang, Banjarnegara, Kebumen, Cilacap, Purwokerto, Purbalingga, Slawi, Bumiayu, Gombong, Majenang, Bobotsari, Ajibarang, Sumpiuh, Tanjung, Comal, Ketanggungan, Purwareja, Kroya dll.
Kultur Umum
Budaya Banyumasan memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan wilayah lain di Jawa Tengah, walaupun akarnya masih merupakan budaya Jawa. Hal ini sangat terkait dengan karakter masyarakatnya yang sangat egaliter tanpa mengenal istilah ningrat atau priyayi. Hal ini juga tercermin dari bahasanya yaitu bahasa Banyumasan yang pada dasarnya tidak mengenal tingkatan status sosial. Penggunaan bahasa halus (kromo) pada dasarnya merupakan serapan akibat interaksi intensif dengan masyarakat Jawa lainnya (wetanan) dan ini merupakan kemampuan masyarakat Banyumasan dalam mengapresiasi budaya luar. Penghormatan kepada orang yang lebih tua umumnya ditampilkan dalam bentuk sikap hormat, sayang serta sopan santun dalam bertingkah laku. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh feodalisme memang terasa tetapi itu bukan merupakan karakter asli masyarakat Banyumasan.
Selain egaliter, masyarakat Banyumasan dikenal memiliki kepribadian yang jujur serta berterus terang atau biasa disebut Cablaka/Blakasuta.
Kesenian
Kesenian khas Banyumasan tersebar di hampir seluruh pelosok daerah. Kesenian itu sendiri umumnya terdiri atas seni pertunjukan rakyat yang memiliki fungsi-fungsi tertentu yang berkaitang dengan kehidupan masyarakat pemilik-nya. Adapun bentuk-bentuk kesenian yang tumbuh dan berkembang antara lain:
Wayang Kulit Gagrag Banyumasan, yaitu jenis seni pertunjukan wayang kulit yang bernafaskan Banyumasan. Di daerah ini dikenal ada dua gagrag atau gaya, yaitu Gagrag Kidul Gunung dan Gagrag Lor Gunung. Spesifikasi dari wayang kulit gragak Banyumasan adalah nafas kerakyatannya yang begitu kental dalam pertunjukannya.
BÉGALAN, adalah seni tutur tradisional yang digunakan sebagai yang digunakan sebagai sarana upacara pernikahan, propertinya berupa alat-alat dapur yang masing-masing memiliki makna-makna simbolis yang berisi falsafah jawa & berguna bagi kedua mempelai dalam mengarungi hidup berumah tangga.
Musik
Musik-musik tradisional Banyumasan memiliki perbedaan yang cukup jelas dengan musik Jawa lainnya.
Calung
Alat musik ini terbuat dari potongan bambu yang diletakkan melintang dan dimainkan dengan cara dipukul. Perangkat musik khas Banyumasan yang terbuat dari bambu wulung mirip dengan gamelan jawa, terdiri atas gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong, gong & kendang. Selain itu ada juga Gong Sebul dinamakan demikian karena bunyi yang dikeluarkan mirip gong tetapi dimainkan dengan cara ditiup (sebul), alat ini juga terbuat dari bambu dengan ukuran yang besar. Dalam penyajiannya calung diiringi vokalis yang lazim disebut sinden. Aransemen musikal yang disajikan berupa gending-gending Banyumasan, gending gaya Banyumasan, Surakarta-Yogyakarta dan sering pula disajikan lagu-lagu poop yang diaransir ulang
Kenthongan - sebagian menyebut Tek - Tek.
Kentongan juga terbuat dari bambu. Kenthong adalah alat utamanya, berupa potongan bambu yang diberi lubang memanjang disisinya dan dimainkan dengan cara dipukul dengan tongkat kayu pendek. Kenthongan dimainkan dalam kelompok yang terdiri dari sekitar 20 orang dan dilengkapi dengan Bedug, seruling, kecrek dan dipimpin oleh mayoret. Dalam satu grup kenthongan, Kenthong yang dipakai ada beberapa macam sehingga menghasilkan bunyi yang selaras. Lagu-lagu yang dibawakan kebanyakan lagu Jawa dan Dangdut.

• Salawatan Jawa
yaitu salah satu seni musik bernafaskan Islam dengan perangkat musik berupa terbang Jawa. Dalam pertunjukan kesenian ini menyajikan lagu-lagu yang diambil dari kitab Barzanji.
Tarian
1. Lengger,yaitu jenis tarian tradisional yang tumbuh subur diwilayah sebaran budaya Banyumasan. Kesenian ini umunya disajikan oleh dua orang wanita atau lebih. Pada pertengahan pertunjukkan hadir seorang penari pria yang lazim disebut badhud (badut/bodor), Lengger disajikan diatas panggung pada malam hari atau siang hari , dan diiringi oleh perangkat musik calung.
2. SINTRÉN, adalah seni traditional yang dimainkan oleh seorang pria yang mengenakan busana wanita. Biasanya kesenian ini melekat pada kesenian ébég. Ditengah pertunjukkan ebeg para pemain melakukan trance/mendem, kemudian salah seorang pemain mendem badan, kemudian ditindih dengan lesung.Dan dimasukan ke dalam kurungan. Di dalam kurungan itu ia berdandan secara wanita dan menari bersama - sama dengan pemain yang lain. Pada beberapa kasus, pemain itu melakukan thole-thole, yaitu penari membawa tampah dan berkeliling arena untuk meminta sumbangan penonton.
3. AKSIMUDA, adalah kesenian bernafas Islam yang tersaji dalam bentuk atraksi Pencak Silat yang digabung dengan tari-tarian.
4. ANGGUK, yaitu kesenian bernafaskan Islam yang tersaji dalam bentuk tari-tarian. Dilakukan oleh delapan orang pemain, & pada bagian akhir pertunjukkan para pemain Trance (tidak sadar)
5. APLANG atau DAENG, Kesenian yang serupa dengan Angguk, pemainnya terdiri atas remaja Putri.
6. BONGKÉL, Musik Traditional yang mirip dengan angklung, hanya terdiri atas satu buah Instrument dengan empat bilah berlaras slendro, dengan nada 2, 3, 5, 6. Dalam pertunjukkannya Bongkel disajikan gendhing-gendhing khusus bongkel.
7. BUNCIS, yaitu perpaduan antara seni musik & seni tari yang disajikan oleh delapan orang pemain. Dalam pertunjukkannya diiringi dengan perangkat musik Angklung. Para pemain buncis selain menjadi penari juga menjadi pemusik & vokalis. Pada bagian akhir sajian para pemain Buncis Intrance atau mendem.
8. ÉBÉG, adalah bentuk tari tradisional khas Banyumasan dengan Properti utama berupa ebeg atau kuda kepang. Kesenian ini menggambarkan kegagahan prajurit berkuda dengan segala atraksinya. Biasanya dalam pertunjukkan ebeg dilengkapi dengan atraksi barongan, penthul & cépét. Dalam pertunjukkannya ebeg diiringi oleh gamelan yang lazim disebut bendhe. Kesenian ini mirip dengan jathilan, kuda kepang dan kuda lumping di daerah lain.
Makanan
Wilayah Banyumasan mempunyai makanan khas yaitu Mendoan Tempe. Beberapa makanan khas Banyumasan lainnya adalah keripik tempe, soto Sokaraja dan getuk goreng Sokaraja. sedangkan untuk minuman ada Dawet Ayu Banjarnegara
Wisata
Wilayah Banyumasan memiliki beberapa tempat wisata andalan, kebanyakan berupa keindahan alam seperti gua, air terjun dan wana wisata. Brebes : Waduk Malahayu dan Waduk Penjalin, pantai Randusanga, pemandian air panas Cipanas Bantarkawung dan Wanatirta, Kedungoleng, cagar alam Telaga Renjeng. Tegal : Guci Indah, pantai Purwahamba, waduk Cacaban, pemandian Kalibakung, goa Lawet, wisata sejarah Makam Amangkurat I dan wisata industri LIK Takaru. Pemalang: Pantai Widuri/Cilincing, pemandian Moga. Banjarnegara : Hutan wisata Wanayasa, taman satwa Serulingmas/Selomanik atau menyaksikan fenomena hujan salju (mbun upas) saat puncak musim kemarau (Juli – Agustus), Kebumen : Benteng Van der Wijck, goa jatijajar dan gua Petruk pantai Logending Ayah, Karangbolong, Petanahan, Mirit, Ambal, Buluspesantren dan Puring, waduk Sempor, waduk Wadaslintang dan pemandian air panas Krakal. Purbalingga : Gua lawa, Owabong, Monumen Jendral Soedirman, Purbasari Pancuran Mas. Cilacap : Segara Anakan, Pantai Widarapaung, hutan wisata Gunung Selok/Srandil, Pantai Bunton, Benteng Pendem serta Pulau Nusakambangan. Banyumas : Baturaden, Curug Cipendok, Masjid saka tunggal, pancuran pitu, mata air panans Kalibacin.
Selengkapnya...





SEJAK reformasi bergulir dan UU otonomi disyahkan DPR tahun 2000 lalu banyak daerah dimekarkan. Ada yang kemauan pemerintah dan ada yang permintaan masyarakat.


Tentu, pemekaran itu bukan balas dendam karena kehilangan satu provinsi dari 27 menjadi 26, pada 1998. Kini telah menjadi 33 provinsi. Sekali lagi tidak demikian. Pemekaran tersebut bertujuan untuk mempercepat dan pemerataan pembangunan, utamanya memotong mata rantai birokrasi (nyatane ga tuh), sehingga perihal perizinan dan tetek bengeknya selesai dalam waktu singkat.

Misalnya, di provinsi Jawa Tengah keinginan masyarakat untuk menggagas perihal mekar memekarkan daerah masih berlangsung. Urusan di kobul atau tidak oleh pemerintah pusat, itu nomor dua. Nomor satunya proses jalan terus dan seberapa solid kinerja tim sukses dalam melobi DPR dan Pemerintah.

Sebagian masyarakat menginginkan Jateng di bagi menjadi dua provinsi, yakni Provinsi Jawa Tengah dan Banyumas. Para penggagasnya telah menggrambyang kabupaten mana saja yang akan direkrut. Ada yang berpendapat melalui pendekatan bahasa (bahasa Jawa di Jateng ada dua dialek, ngapak dan halus).

Minimalnya, ada sembilan kabupaten/kota yang berkriteria bahasa jawa ngapak, yakni meliputi delapan kabupaten dan satu kota. Antara lain Kabupaten Brebes, Tegal, Pemalang, Banjarnegara, Purbalingga, Kebumen, Banyumas, Cilacap dan Kota Tegal.
Gagasan awal yang diklain hanya Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga, Kebumen, Banyumas dan Cilacap, tetapi selanjutnya ada usulan tiga kabupaten di wilayah utara, yaitu Kabupaten Brebes, Tegal, Kota Tegal dan Kabupaten Pemalang diikutkan.

Wilayah calon provinsi baru ini pun masih cukup laus mencapai: 1.015.000 Ha atau 31,19 % dari luas Jawa Tengah sekarang. Demikian jumlah penduduknya juga lebih besar di banding Brunai Darusalam, sekitar 9.713.000 jiwa atau 32,48 % dari total penduduk Jawa Tengah. Demikian tingkat kepadatannya mencapai sekitar 1.003 per kilo meter persegi (wikipedia).

Letaknya di sebelah barat provinsi Jateng dan berbatasan dengan Jawa Barat. Sedang, kota yang diusulkan menjadi ibu kotanya adalah Tegal atau Cilacap.
Di antara para pendukung wacana adalah Wakil Bupati Banyumas Imam Durori, Bupati Banjarnegara, Djasri dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Banyumas, Musadad Nur Fikri, (Wikipedia, Agustus 2007).

Pokoke Melu

Saat wacana pemekaran provinsi baru itu belum mencapai ujung. Seolah tak mau ketinggalan, masyarakat di salah satu kabupaten di wilayah provinsi yang diwacanakan itu, yakni Kabupaten Cilacap, juga menggagas pemekaran. Namanya Kabupaten Cilacap Utara. Wilayah yang dibelah (sekitar) sembilan kecamatan, meliputi Kecamatan Dayeuhluhur, Majenang, Wanareja, Cipari, Karangpucung, Sidareja, Patimuan, Cimanggu dan Kedungreja.

Sebagai ibu kota Kabupaten, dipilih Majenang. Menurut salah satu pendukung pemekaran, Waryono, konon Bupati Cilacap sudah menyetujui gagasan tersebut. Alasan, pemekaran kata mantan salah satu Aseisten Deputi di Kementerian Koperasi dan UKM itu klasik, untuk mempercepat pemerataan pembangunan. Menurutnya, Cilacap sekarang wilayahnya cukup luas sehingga perlu dibagi dua agar semua wilayah terurus dengan seksama.

Kini, proses tersebut terus berlanjut. Awal Oktober lalu (lebaran H+ 4) dikabarkan akan ada acara silahturahmi para tokoh setempat di Dayeuhluhur. Agenda pokoknya diantaranya mengagas pemekaran.

Bagaimana wong-wongt Cilacap secara keseluruhan, apakah Anda setuju wacana tersebut. Mohon partisipasinya di kolom komentar.

Aja klalen, ditunggu urun rembuge rika pada, kakang, mbokayu, paman, bibi, kakine, ninine ayuh…. ….##
Selengkapnya...




TAKDIR
itu telah ditentukan. Tak ada penawaran untuk kita memilih jalan kembali padaNya. Menginginkan saat di pangkuan istri dan anak-anak, di kampung kelahiran tercinta atau di masjid. Tetapi bisa di laut, di udara, di hutan, di kota atau di mana saja berada, jika ia telah memanggil tak kuasa menolaknya. Demikian perjalanan yang dialami Amrozi Cs.


Cilacap bukanlah daerah yang memiliki keistimewaan tertentu. Di lihat prestasinya sebagai daerah kabupaten di Indonesia jelas masih rata-rata. Rata-rata SDA-nya, rata-rata pertumbuhan ekonominya, rata-rata mempunyai banyak pengangguran dan rata-rata yang lain-lainnya.

Lalu, apa yang membuat Cilacap di atas rata-rata dari daerah lain di persada nusantara ini. Minimal ada dua kelebihan, pertama sebagai tempat pengilangan BBM (Pertamina) terbesar di Indonesia (dulu). Kedua, memiliki pulau mungil Nusakambangan menjadi bui penjahat kelas hiu (maaf, kalau cuma di bilang kelas kakap rasanya kurang deh).

Sejak dulu narapidana yang di Nusakambangkan vonisnya rata-rata di atas 10 tahun, seumur hidup hingga hukuman mati.

Ada tiga Lembaga Pemasyarakatan (LP) di sana, yakni LP Batu, LP Besi dan LP Kremisan.Waktu saya berkesempatan kunjung ke sana, pada 2001 menerima informasi kalau di LP Kremisan itu menjadi tempat pembinaan para pelaku kriminal sadis, alias penjahat yang dalam menjalankan aksinya selalu disertai kekerasan.

Masih menurut informasi, dulu di LP yang letaknya paling jauh dari dermaga Wijayapura ini, juga dijejali tahanan politik yang masa hukumannya lawer atau mangler . Tahu sendirilah, kalau kasusnya subversi, tidak di zaman Belanda, Sukarno maupun Suharto hukumannya pasti tidak ada yang singkat.

Nah, seiring merajalelanya penyalahgunaan narkoba, LP Besi pun ketiban menjadi tempat pembinaan mental mereka. Waktu saya ke sana menerima informasi, bagi pelaku kriminal jenis narkoba dan vonisya minimal lima tahun, pasti mendapat jatah di Nusakambangan, khususnya di wilayah provinsi Jawa Tengah.

Maka tak heran kalau mataku menyaksikan para narapidananya itu rata-rata masih muda, postur tubuhnya ramping dan wajahnya banyak yang ganteng.

'Nyohor'

Beberapa tahun belakangan ini bahkan,nama Nusakambangan banyak di sorot televisi dan menjadi sumber berita di koran-koran. Pengkontribusi keketernalan itu adalah adanya napi-napi berstatus luar biasa. Opo tumon seumur-umur, selebritis kita yang putra mantan presiden RI ke II juga ikut merasakannya. Juga salah satu konglomerat Bob Hasan ikut mencicipi keangkerannya.

Namun, ketenaran Nusakambangan terdongkrak hingga ke penjuru dunia sejak kedatangan “penduduk” anyar bernama Amrozi cs.

Bahkan, kalau di rating sejak ada Amrozi Cs di Nusakambangkan angkanya berada di level tertinggi. Tidak heran, jika dalam beberapa bulan belakngan ini, nama Cilacap bagai kota "selebriti" yang berulang-ulang para kru TV meliput secara live menjelang ekskusi mati Amrozi, Imam Samudra dan Ali Gufron alias Muklas.

Tapi se angker dan sewingit-wingitnya Nusakambangan, kini kondisinya telah berbeda dengan puluhan tahun silam. Jika dahulu penduduknya mayoritas adalah narapidana dan minoritasnya para pegawai tahanan (sipir) beserta keluarganya. Sekarang pulau berjarak dari bibir pantai Cilacap sekitar 800 meter itu boleh di kunjungi masyarakat umum.

Syaratnya, harus menjadi pelancong dan berhubungan dengan biro-biro perjalanan wisata. Mengingat daerah tempat pertobatan bintang film era 1970-an Jhony Indo ini statusnya menjadi milik Depkumham. Sekali lagi para illegal loging pastinya juga diharamkan. Sebab, bukan tidak mungkin Pulau yang memiliki hutan belantara itu juga menjadi incaran para begajul-begajul yang rakus kayu.

Padahal sih, seiring era otonomi daerah, konon Pemkab Cilacap juga sudah "ngiler" ingin menggarap potensi di dalamnya. Sayangnya, Departemen Hukum dan HAM masih ogah melepaskannya.

Kemungkinan pasca eksekusi mati Amrozi cs, Cilacap dinyatakan kembali aman dan kran wisata ke sana di buka kembali. Jadi, sebelum Nusakambangan menjadi seram lagi, berbondong-bondonglah dan melihat pantai pasir putih di pesisir selatan Nusakambangan, sambil menyaksikan gulungan ombak besar diantara air laut nan membiru hingga menyentuh kaki cakrawala.

Kami bangga Nama Cilacap banyak di sebut orang, tetapi lebih bangga jika sanjungan itu karena keberhasilan pembangunan.***
Selengkapnya...



Minggu 2 Nopember 2008 Paguyuban Warga Maos dan Sekitarnya (Paguwarmas) mengadakan acara Halal Bil Halal, 1 Syawal 1429 H. Acara yang bertempat di SMK Telkom, Jalan Daan Mogot, Cengkareng, Jakbar itu dipenuhi undangan.


Mereka datang dari se-antero Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Ajang tersebut juga dijadikan untuk kangen-kangenan. Meski, lebaran lalu mereka mudik alias pulang kampung, tapi ada yang tidak sempat ketemu. Sebab suasana di kampung saat hari raya, selain waktunya singkat untuk liburan terkait urusan pekerjaan/dinas, sedulur-sedulur atau sanak kerabat yang terjadwal untuk ditemui juga banyak, sehingga tidak sempat mengunjungi ke keluarga lain. Istilahnya, tidak sempat mingser ke rumah teman sekolah atawa teman main.

Keakraban terpancar di wajah mereka. Tidak ada sekat, kelas maupun status, yang ada hanya satu wadah "Paguwarmas". Senasib sepenanggungan sebagai perantau dan kumpul bareng wong se daerah.

Padahal, di antara mereka ada yang telah meraih status sosial mapan. Ada yang menjadi pejabat/mantan pejabat tinggi di instansi pemerintah maupun BUMN, pengusaha sukses, wirawasta kelas UKM, karyawan di perusahaan bonafide, pelajar, mahasiswa, pekerja dengan penghasilan UMR hingga yang hanya kerja serbutan.

Acara yang dimulai jam 10.30 itu, dibuka oleh ketua panitia Ir Suryono. Warga Perumahan Pondok Ungu, Bekasi Utara ini, merasa bersyukur karena yang hadir melebihi undangan. Sebab, menurut ketua Kerukunan Keluarga Maos (Kurma) undangan yang disebar sekitar 500 tetapi yang datang melebihi 1000 orang. Hal tersebut tuturnya, berkat kerja keras semua pihak yang mau getok tular menyampaikan informasi, baik melalui undangan, SMS maupun lisan. Terlebih pada donatur yang iklas dan sukarelawan, sangat terapresiasi sehingga tidak satupun warga wonge dewek itu keliren karena tidak kebagian jatah konsumsi.

Selanjutnya, kepada hadirin, kontraktor di bidang instalasi listrik ini, juga mengimbau agar ikatan keluarga besar bernama Paguwarmas ini ngremboko dan solid. Dengan demikian akan makin terasa gregetnya serta mendatangkan manfaat. Misalanya, mereka agar mau iuran untuk tujuan terntentu yang hasilnya bisa dimanfaatkan oleh warga paguyuban khususnya dan warga Maos dan sekitarnya pada umumnya. "Umpamanya iuran untuk membeli mobil ambulance, jadi kalau ada warga kita khususnya, dan wonge dewek yang kesripahan bisa dibantu mengantarkannya ke kampung halaman, kalau perlu gratis," harapnya.

Tentu, tujuan positif ini mendapat dukungan dari paguyuban warga Banyumas yang terikat dalam Seruling Mas (Seruan Eling Maring Banyumas). Tidak lain, menurut Haji Masno, salah satu penurus yang hadir yang juga warga maos ini mengungkapkan, organisasi yang diasuhnya memang bertujuan sosial. Jadi, apabila ada usulan yang berdampak meringankan sesama perlu di suport. "Seruling Mas yang telah membentuk cabang-cabang di beberapa daerah dan bahkan di Mesir ini adalah paguyuban yang bermisi sosial. Karena itu, kami mendukung rencana yang digagas Paguwarmas, silahkan dimatangkan dan wujudkan," anjurnya.

Sementara, Agus Dwisapoetra, ketua Paguwarmas mengatakan wacana itu akan di musyawarahkan. Sepanjang memiliki tujuan terpuji, selayaknya perlu dukungan semua pihak. "Pokoknya mari kita musyawarahkan dan perlu keterlibatan semua komponen, agar gagasan ini dapat diwujudkan," ujarnya. Imbuh mantan pegawai di Pertamina ini bahwa kegiatan Paguwarmas yang telah berjalan rutin adalah halal bil halal dan korban hari raya Idul Adha.

Sebelum acara hikmah silahturahim sebagai inti dari serangkaian agenda yang di isi Kyai dari Maos Lor Muhammad S ini, tidak ketinggalan sesepuh Paguwarmas, Suhadi ikut urun wejangan. Mantan direktur di Pusri ini mengajak Paguwarmas khususnya dan masyarakat Seruling Mas umunnya untuk selalu bergandengan tangan menjalin perseduluran lebih erat lagi.

Lurah Maos Kidul, Sumaryoto juga menyempatkan diri menghadiri acara tahunan ini. Selain ingin menjumpai warganya yang tergabung dalam Paguwarmas juga mengenalkan diri sebagai kepala desa yang baru.

Acara makin membumi karena juga hidangan khas seperti pecel, sroto dan mendoan ikut disajikan. Hanya yang membuat acara molor sejenak adalah gangguan listrik yang padam dan baru menyala sekitar pukul 11.00. Acara yang dihibur oleh band dari keluarga H. A Saridi dan musik dangdut berirama campur sari ini diakhiri dengan salam-salaman.
Selengkapnya...